Betapa sering kita menyaksikan bahwa apa yang disebut dengan kepemimpinan itu ternyata tidaklah bergantung kepada posisi atau jabatan seseorang. Kepala keluarga yang kurang mampu membina anak-anaknya, guru kelas yang tak dipatuhi para siswanya, ketua partai yang imbauannya tak dihiraukan konstituen, pemuka agama yang khutbahnya dianggap angin lalu oleh umat, direktur perusahaan yang setiap hari hanya memarahi dan mengancam anak buah, hingga jenderal yang tak piawai saat memberikan arahan, merupakan berbagai gambaran mengenai fenomena yang jamak ini. Bahkan ada pula kepala negara yang sebelum masa jabatannya berakhir, didesak untuk mengundurkan diri oleh rakyatnya sendiri walau terpilih secara sah konstitusional.
Padahal, bukankah semestinya dengan menyandang posisi pimpinan maka seseorang akan lebih mudah dalam memimpin orang lain? Bukankah dengan status yang disandangnya itu maka pengaruh yang diberikan kepada para pengikutnya akan menjadi lebih kuat? Hal ini ternyata tak selalu dapat berjalan demikian karena kepemimpinan itu sendiri tidaklah identik dengan sebuah posisi pimpinan, leadership is not a headship. Albert Einstein, Bunda Teresa, Konosuke Matsushita, Hasyim Asy'ari, Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr., dan banyak lagi tokoh pemimpin dunia lainnya di berbagai bidang, menjadi bukti yang nyata bahwa sesungguhnya pengaruh atas orang banyak dapat diperoleh walau tanpa jabatan penting kenegaraan sekalipun. Visi, integritas, keberanian, kepedulian, kebijaksanaan, semangat, komitmen, dan ketulusan, adalah kunci utama keberhasilan mereka di dalam memimpin, achievement of goals through voluntary followership.
Para tokoh pemimpin dunia tersebut tidaklah menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Mereka tidak menunggu kaya, populer, atau berkuasa dahulu baru kemudian mewujudkan perubahan. Mereka tidak bersembunyi di menara gading melainkan hadir di tengah masyarakat. Mereka rela berkorban. Mereka memiliki pendirian teguh dan standar etika yang tinggi. Mereka juga para komunikator yang ulung akan pemikirannya. Mereka tekun membangun kapasitas kepemimpinannya dengan menghadapi kesulitan demi kesulitan. Mereka mengambil tanggung jawab untuk berperan semaksimal mungkin semasa hidupnya. Dan dengan menjalani hal-hal antara lain demikianlah, maka secara alamiah para informal leaders akan dapat bertransformasi menjadi para world class leaders. Kepemimpinan yang telah mereka bangunpun menjadi lebih lengkap saat mereka pada akhirnya mengemban amanat sebagai pemimpin formal di masyarakat. Hal yang kemudian membuat kisah kepemimpinan mereka menjadi inspirasi sepanjang zaman. Meminjam istilah Paulo Coelho dalam karyanya The Alchemist, mereka telah menuliskan legenda pribadinya sebagai karya dan teladan yang amat bernilai bagi generasi sesudahnya.
Walaupun memang tak dapat dipungkiri bahwa kepemimpinan itu sendiri bersifat kontekstual, sehingga pemimpin yang dibutuhkan sebuah organisasi politik akan berbeda dengan organisasi pendidikan, keagamaan, bisnis, militer, kelompok tani, para artis, atau bahkan organisasi mafia, namun sifat dasar kepemimpinan tidaklah jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Masyarakat manapun senantiasa membutuhkan sosok pemimpin dan panutan, terlebih lagi dalam menghadapi masa-masa sulit.
Kepemimpinan juga merupakan key success factor dari proses perubahan yang besar. Para pengikutpun akan dengan sukarela mendukung terjadinya suatu perubahan mengikuti kepemimpinan yang kuat. Hal mana yang keberhasilan pengembangannya dalam tinjauan para ahli di berbagai institusi terkemuka, antara lain Harvard University atau McKinsey Inc., tidaklah dibedakan oleh faktor jenis kelamin, IQ, status sosial ekonomi, agama, ataupun ras seseorang. Kepemimpinan yang kuat dapat dijalankan oleh semua orang baik mereka yang berkepribadian ekstrovert maupun introvert.
Kepemimpinan yang kuat pula akan dapat mengendalikan jalannya sistem. Walau tengah berada di dalam sistem yang sudah terbangun secara buruk sekalipun, seorang pemimpin yang kuat tidak akan dengan mudah untuk dapat terpengaruh. Begitupun sebaliknya, seberapapun bagusnya sebuah sistem dalam berbagai bentuk peraturan dan kebijakan yang berfungsi sebagai enabler di masyarakat, jika berada di tangan pemimpin yang tidak kuat, hanyalah merupakan kesia-siaan belaka. Betapa banyak produk UU yang dimiliki oleh suatu negara, namun tak kunjung terasa manfaatnya oleh rakyat bila tak dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh mereka yang berwenang.
Sedang di tingkat perusahaan seringkali pula kita dengar, bahwa perencanaan strategis yang sangat baik haruslah diikuti dengan eksekusi terhadap pelaksanaannya, yang tak lain adalah kepemimpinan. Bahkan tak jarang pula kita amati bahwa seiring pergantian kepemimpinan, para pengikut kadang kala merindukan sosok pemimpinnya yang terdahulu, karena pemimpin yang saat ini sedang menjabat kurang terasa kepemimpinannya, walaupun dalam hal ini tak ada perubahan aturan main sama sekali. Hal ini tak lain dikarenakan setiap orang memiliki ciri khas kepemimpinannya masing-masing yang memberi dampak dan jejak berbeda kepada para pengikutnya.
Kepemimpinan adalah driver dari sebuah proses perubahan. Kepemimpinanlah yang mampu mengubah zaman jahiliyah menjadi peradaban madaniyah dalam sejarah penyebaran agama. Kepemimpinanlah yang menjadi kunci bagi terciptanya perdamaian atau peperangan dunia. Kepemimpinanlah pula yang dapat menentukan masa depan negara serta organisasi manapun. Dan kepemimpinan pulalah yang mampu menyukseskan penyelamatan fenomenal 33 penambang Chile pertengahan Oktober lalu, baik dari para penambang itu sendiri maupun para tim penyelamat.
Pada hakikatnya, kita semua merupakan pemimpin di muka bumi ini. Sembari terutama saya mengingatkan diri saya sendiri, apapun profesi, job title, serta kesibukan kita sehari-hari saat ini, marilah kita jalankan kepemimpinan kita di semua tingkat kehidupan secara maksimal dan dengan sebaik-baiknya. Apalagi, jika secara struktural formal saat ini diri kita merupakan pimpinan yang menjadi tumpuan harapan bagi begitu banyak orang. Sungguh, tiada seorang pun yang tahu kapan 'saat' yang telah ditentukan itu akan tiba. Namun semoga, jikalau esok pun adalah waktunya, kita tak menyimpan sesal dan berserah dengan kelapangan jiwa. Kepemimpinan kita, hidup kita, adalah sebuah legenda.
*) Dedy Irawan, pemerhati manajemen, tinggal di Jakarta. Memiliki pengalaman profesional di Accor, Arbe, AstraZeneca, Recapital.
No comments:
Post a Comment